Sosok

Andy Noya : Jurnalis Berjiwa Kemanusiaan

“Kebahagiaan tidak akan habis hanya karena membaginya. Ketahuilah, kebahagiaan bertambah ketika kamu bersedia untuk membaginya”

Andy Noya

Andy Noya, begitu ia biasa memperkenalkan dirinya kala tampil memandu sebuah program talkshow televisi, Kick Andy. Ia adalah anak keturunan Jawa, Belanda, Ambon, dan Portugis yang lahir dengan nama lengkap Andy Flores Noya pada 6 November 1960 di Surabaya, Jawa Timur. Ketika masih berusia empat bulan, Andy kecil harus pindah ke Ternate karena terkena santet. Ia dibantu oleh “orang pintar” dan hanya ada dua pilihan, orang yang melakukan santet dibunuh atau Andy yang harus pergi meninggalkan tanah Jawa. Saat itu kondisi Andy kecil sudah kurus dan tak berdaya. 

Di usia lima tahun, Andy dibawa oleh ibunya untuk kembali tinggal di Surabaya. Lahir sebagai keturunan Belanda, ia tidak disenangi oleh teman-teman seusianya. Andy bahkan pernah di pukuli oleh temannya. Ada satu lagu berbahasa Jawa yang selalu diingat oleh Andy kala itu karena membuatnya trauma yang berbunyi “kowe arep neng ndi le, arep ndamel boto, boto gawe opo le, gawe ngepruk londo”. Lagu ini yang selalu dinyanyikan oleh teman-temannya kepada Andy. Memang, disana hidupnya tidaklah mudah. Hidup serba kekurangan membuatnya harus berpindah-pindah kontrakan. Andy juga pernah menempati sebuah garasi mobil yang digunakan untuk tempat tinggal. Besar di jalanan dan sering tidak dikontrol oleh ibunya yang sibuk sebagai tukang jahit, Andy dikenal sebagai anak yang nakal. Setelah lama tinggal di Surabaya, Andy kemudian pindah ke Jayapura dan melanjutkan sekolah di Sekolah Teknik mengambil jurusan mesin produksi. Andy dan teman-temannya memberi nama tersendiri sekolah mereka, yaitu STM 89 yang artinya “bahwa kami masuk jam 8 dan jam 9 kami sudah kabur”

andy noya
andy noya

Titik balik kehidupan Andy

Titik balik kehidupan Andy dimulai setelah membaca artikel di sebuah majalah tentang sekolah wartawan, Sekolah Tinggi Publisistik di Jakarta. Tiga semester kuliah disana, Andy berhenti kuliah dan bekerja sebagai reporter buku Apa & Siapa. Pekerjaan tersebut membawanya berkenalan dengan Rahman Tolleng, mantan Pemimpin Redaksi Suara Karya. Dua tahun kemudian, Andy diajak oleh Lukman Setiawan, pimpinannya untuk bergabung dengan Ekonomi Bisnis Indonesia yang saat itu tengah dirintis. Selanjutnya ia kembali mendapatkan tawaran untuk pindah bekerja. Kali ini tawaran tersebut datang dari Fikri Jufri, seorang wartawan senior Tempo. Fikri meminta Andy memperkuat majalah baru terbitan Tempo.

Setelah tiga tahun berkarir di Tempo, Andy mendapat tawaran dari Surya Paloh, pemilik surat kabar Prioritas yang waktu itu bergabung dengan koran Media Indonesia. Bersama Surya Paloh, ia juga merintis mendirikan stasiun TV bernama Metro TV dan Andy menjadi pimpinan redaksinya.  Tiga tahun kemudian Andy menjadi pimpinan redaksi di surat kabar Media Indonesia. Ini berarti Andy merangkap menjadi pimpinan redaksi.

Kepercayaan Paloh pada sosok Andy Noya tak meleset. Di tangannya, Kick Andy sebuah acara talkshow yang formatnya seperti Oprah Winfrey menjadi salah satu program unggulan Metro TV. Dalam setiap penayangannya, Andy mengangkat berbagai kisah inspiratif dari tokoh yang sebelumnya atau bahkan belum pernah tersentuh pemberitaan media. Dalam perjalanannya, Kick Andy mampu menggerakkan partisipasi masyarakat untuk berbuat sesuatu yang baik. Apresiasi pemirsa terhadap tayangan Kick Andy juga tergambar dari ribuan komentar dan e-mail di website KickAndy.com.

Hidup dengan kondisi yang memprihatinkan di masa kecil, membuat Andy belajar banyak hal tentang kehidupan. Hal inilah yang membuat Andy berempati dengan apa yang dirasakan oleh orang-orang yang kurang beruntung. Di sela-sela kegiatan jurnalistiknya, ia sering melakukan kegiatan sosial. Selain itu, diluncurkan pula Kick Andy Foundation yang menjadi media penyalur sumbangan bagi orang yang tergerak hatinya setelah melihat tayangan Kick Andy. Tim Kick Andy bersama para donatur menggandeng Siswoyudono, si pemilik Bengkel Kaki Palsu untuk menyediakan kaki palsu bagi mereka yang memerlukan. Ia selalu menilai bahwa hidup ini indah. Kesusahan itu ada akhirnya, kesusahan itu tidak harus diratapi. Hidup ini singkat. Jangan dibuat susah, nikmati saja.

0